Translate
Senin, 05 Oktober 2009
Amal Kita
Seringkali dalam kehidupan kita sehari-hari jika melihat istri marah-marah dianggapnya sudah tak cinta lagi. Atau seorang guru yangmemarahi muridnya karena tidak mengerjakan PR dianggapnya gurunyagalak. Bahkan jika sedang naik kendaraan umum ditengah jalankecopetan, kita beranggapan nasib sedang sial.keyakinan kita terhadap satu peristiwa sangat bergantung daribagaimana kita memaknai dari peristiwa itu sendiri. Jika kitamenanggapinya sebagai nasib sial dicopet maka kesialan itulah yangmenimpa kita namun jika kita menganggap sebagai keberuntungan bisabersedekah dengan sembunyi-sembunyi maka itu sebagai dihitungsebagai amal pahala kita.Demikian halnya dengan penjual bubur ayam yang saya kenal, setiapkali berjualan jika tidak laku dengan riangnya dia membagikanbuburnya pada tetangganya. "saatnya beramal.." Katanya,"apa tidak bangkrut kalo terus-terusan begitu pak?" tanya saya."Bagaimana bangkrut?, rizki diatur oleh Allah SWT. Bayi yangdidalam kandungan aja diberi rizki apa lagi kita yang masih mauberusaha.."jawabnya.
Amal Kita
Seringkali dalam kehidupan kita sehari-hari jika melihat istri marah-marah dianggapnya sudah tak cinta lagi. Atau seorang guru yangmemarahi muridnya karena tidak mengerjakan PR dianggapnya gurunyagalak. Bahkan jika sedang naik kendaraan umum ditengah jalankecopetan, kita beranggapan nasib sedang sial.keyakinan kita terhadap satu peristiwa sangat bergantung daribagaimana kita memaknai dari peristiwa itu sendiri. Jika kitamenanggapinya sebagai nasib sial dicopet maka kesialan itulah yangmenimpa kita namun jika kita menganggap sebagai keberuntungan bisabersedekah dengan sembunyi-sembunyi maka itu sebagai dihitungsebagai amal pahala kita.Demikian halnya dengan penjual bubur ayam yang saya kenal, setiapkali berjualan jika tidak laku dengan riangnya dia membagikanbuburnya pada tetangganya. "saatnya beramal.." Katanya,"apa tidak bangkrut kalo terus-terusan begitu pak?" tanya saya."Bagaimana bangkrut?, rizki diatur oleh Allah SWT. Bayi yangdidalam kandungan aja diberi rizki apa lagi kita yang masih mauberusaha.."jawabnya.
4 HAL YANG HARUS KITA PERTANGGUNG JAWABKAN KITA DI AKHIRAT
Empat Hal yang Harus Dipertanggungjawabkan Manusia di Akhirat
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah, kecuali Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah. Semoga selawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah saw, keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti jalan hidupnya. Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!Setiap gerak-gerik kehidupan di dunia ini harus senantiasa ada pertanggungjawaban. Orang yang diberi amanah (mandat) harus mempertanggungjawabkan amanahnya kepada orang yang memberikan amanah kepadanya. Seorang karyawan harus mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada atasannya. Buruh akan mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada majikannya. Lurah mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Camat, dan Camat mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Bupati, dan seterusnya sampai kepada Presiden yang harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada rakyat melalui MPR. Fenomena ini sudah lazim bagi kita di dunia ini. Bahkan, akan tetap lazim dan up to date bagi kita sampai memasuki alam yang baru nanti, yaitu alam akhirat. Semua manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatan dan amalnya kepada Allah SWT besok di hari akhirat karena manusia adalah makhluk ciptaan-Nya serta menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini. Dalam hal ini setidaknya ada empat hal yang harus kita pertanggungjawabkan kepada Allah SWT kelak di hari kiamat. Nabi saw bersabda dalam sebuah hadisnya:" Dari Abu Barazah A-Islami berkata, Rasulullah saw bersabda, "Kedua kakinya seorang hamba besok di hari kiamat tidak akan terpeleset sehingga dia ditanyai tentang empat hal: (1) Tentang umur, untuk apa umur itu dihabiskan. (2) Tentang ilmu, untuk apa ilmu itu difungsikan. (3) Tentang harta benda, dari mana harta benda itu diperoleh. (4) Tentang kondisi tubuh, untuk apa kenikmatan itu digunakan." (HR Tirmidzi dan berkata: hadis tersebut Hasan-Sahih)
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!Keempat hal tersebut mari kita rinci dan uraikan satu per satu.
Pertama: Mengenai Umur
Allah SWT memberikan umur kepada manusia sesuai dengan kehendak-Nya, ada yang panjang, ada yang pendek, dan ada yang sedang-sedang saja. Yang jelas umur yang diberikan kepada manusia itu ada batasnya, dan pada waktunya, manusia akan diwafatkan oleh Allah SWT. Allah berfirman dalam Alquran, " Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (Al-A'raaf: 34). Berkaitan dengan umur ini umat Muhammad adalah umat yang paling pendek umurnya dibandingkan dengan umat-umat yang terdahulu. Nabi saw sendiri umurnya hanya 63 tahun, sebuah umur yang relatif pendek bila dibandingkan dengan para Nabi sebelumnya. Secara umum umat Muhammad berumur dalam kisaran 60 sampai 70 tahun, sebagaimana yang pernah beliau tegaskan dalam hadisnya, "Rata-rata umur umatku antara 60 sampai 70 tahun." Dengan umur sependek itu, pertanyaan yang perlu dikedepankan adalah untuk apa umur yang begitu singkat itu kita habiskan? Realitas sosial menunjukkan bahwa kebanyakan manusia selalu menunda-nunda melakukan amal saleh padahal tidak jarang manusia yang masih muda, bahkan masih kecil, secara mendadak di wafatkan oleh Allah SWT, Bagaimana menghadap kepada Allah SWT sedangkan mereka ini dalam keadaan tidak siap mati karena semasa hidupnya belum membekali dirinya dengan bekal-bekal kehidupan akhirat. Mereka menunda-nunda di sisa umurnya, tapi di tengah perjalanan ke sana mereka terlebih dahulu sudah diwafatkan oleh Allah SWT. Kalau memang begini jadinaya, siapa yang rugi? Oleh karena itu, kita memang harus selalu stand by dan siap dalam menghadapi yang namanya maut itu. Kapan pun, di mana pun, dan saat apa pun kita harus siap merespon panggilan yang terakhir dari Allah di dunia ini. Dengan demikian, bekal taqwa dan ibadah yang selalu menyertai kita di mana pun kita berada adalah yang terbaik bagi kita.
Kedua: Mengenai Ilmu
Maasyiral Muslimin Rahimakumullahu!Ciri yang membedakan antara manusia dan binatang adalah adanya akal. Dengan akal manusia mampu mengakses kebaikan-kebaikan, informasi-informasi, dan lain-lain. Dengan akal pula manusia mampu menghasilkan ilmu. Berbekal ilmulah manusia mencari kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan di akhirat. Semakin banyak ilmunya, semakin dekat pula dia kepada Sang Pencipta (apabila digunakan sebagaimana mestinya). Rasulullah saw telah bersabda, "Apabila datang kepadaku suatu hari, di mana pada hari itu aku tidak bisa menambah ilmu, maka tidak ada keberkahan bagiku pada hari itu."Dengan ilmu yang dimiliki, manusia diharapkan akan menjadi orang yang baik dalam semua lini kehidupannya, terutama ilmu agama. Namun, jika ada orang yang pengetahuan agamanya lebih dari cukup, lalu tindakan kesehariannya tidak sesuai dengan ilmunya, bahkan bertentangan, maka orang yang demikian ini akan lebih dulu disiksa oleh Allah SWT, sebelum Dia menyiksa orang-orang kafir penyembah berhala. Salah seorang ulama dalam syairnya menyebutkan:
Orang alim yang tidak mau melaksanakan ilmunyaMaka ia akan disiksa sebelum disiksanya para penyembah berhala
Ketiga: Mengenai Harta Benda
Dalam hal harta benda, ada dua pertanyaan yang akan ditanyakan Allah kepada kita. Pertama, dari mana harta itu dihasilkan? Kedua, untuk apa harta itu dibelanjakan? Harta yang ada pada kita itu semata-mata titipan Allah SWT, karena itu kita harus pandai-pandai memperoleh dan membelanjakannya. Harta yang kita dapatkan harus melalui jalan dan cara yang halal. Apabila tidak seperti itu, maka pada hakikatnya hanya menyengsarakan kita. Rasul saw bersabda, "Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka lebih berhak untuk memakan (menyiksa) daging itu."Setelah harta tersebut kita peroleh dari jalan yang halal, maka kita pun wajib membersihkan (menzakati) harta itu jika sudah mencapai satu nishab. Nishab harta benda senilai 85 gram emas dan kita keluarkan 2 ½ % nya. Alquran menjelaskannya, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu mmembersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (At-Taubah: 103)
Keempat: Mengenai Kesehatan dan Kondisi Tubuh
Kebanyakan manusia ketika sehat dan bugar sering lupa akan kewajibannyan kepada Yang Maha Kuasa dan selalu lupa untuk melakukan hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Demikian pula ketika terbuka kesempatan yang luas dihadapannya, yaitu ketika mereka sedang menjadi orang yang penting, mereka lupa akan hal-hal tersebut. Namun, ketika semuanya itu sudah sirna di hadapannya, yang sibuk sudah menjadi tidak sibuk, yang pegawai (karyawan) menjadi pensiun dan yang militer sudah menjadi purnawirawan, mereka semua ini baru sadar akan pentingnya hal-hal tersebut. Orang-orang semacam ini masih beruntung karena penundaan mereka masih membuahkan hasil dan tidak sia-sia. Akan tetapi, alangkah ruginya bagi orang-orang yang suka menunda-nunda amal saleh, akan tetapi maut segera menjemputnya dengan tiba-tiba. Alangkah sia-sianya penundaan mereka. Oleh karena itu, Rasul saw mengingatkan kepada kita dalam sabdanya, "Ada dua kenikmatan, kebanyakan manusia terlena dengan keduanya (sehingga mereka tidak diberkahi Allah), yaitu kesehatan dan kesempatan." (HR Al-Bukhari)
Hati-hatilah di dalam membaca Surah Al-Fatihah
Hati-Hatilah didalam membaca surah Al-Fatihah
Al-Fatihah adalah satu rukun dalam solat, apabila cacat bacaannya maka rusaklah solat. Oleh itu perbaikilah bacaannya dengan ilmu tajwid. Bukan setakat bacaannya saja rusak malah kita menyebut nama syaitan didalam solat kita.
Berikut diperturunkan nama syaitan laknat yang wujud didalam Al-Fatihah,sekiranya kita tidak berhati-hati.
Nama syaitan ;
1. DU LI LAH (bila dibaca tiada sabdu) sepatutnya DULILLAH
2. HIR ROB (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya HI ROB
3. KIYYAU (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya KI YAU
4. KANNAK (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya KA NAK
5. KANNAS (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya KA NAS
- SIROTHOLLAZI sehingga habis hendaklah dibaca tanpa henti
- AMIN hendaklah mengaminkan Al-Fatihah dengan betul iaitu AA .. dua harakat, MIN .... 3 harakat, semoga Amin kita bersamaan dengan Amin malaikat .....
Insya-Allah. semoga kita menjadi orang yang sentiasa membaiki bacaannya.
Al-Fatihah adalah satu rukun dalam solat, apabila cacat bacaannya maka rusaklah solat. Oleh itu perbaikilah bacaannya dengan ilmu tajwid. Bukan setakat bacaannya saja rusak malah kita menyebut nama syaitan didalam solat kita.
Berikut diperturunkan nama syaitan laknat yang wujud didalam Al-Fatihah,sekiranya kita tidak berhati-hati.
Nama syaitan ;
1. DU LI LAH (bila dibaca tiada sabdu) sepatutnya DULILLAH
2. HIR ROB (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya HI ROB
3. KIYYAU (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya KI YAU
4. KANNAK (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya KA NAK
5. KANNAS (bila dibaca dengan sabdu) sepatutnya KA NAS
- SIROTHOLLAZI sehingga habis hendaklah dibaca tanpa henti
- AMIN hendaklah mengaminkan Al-Fatihah dengan betul iaitu AA .. dua harakat, MIN .... 3 harakat, semoga Amin kita bersamaan dengan Amin malaikat .....
Insya-Allah. semoga kita menjadi orang yang sentiasa membaiki bacaannya.
MEMBUDAYAKAN SHOLAT DHUHA
Jin dan manusia sebagaimana yang diwartakan dalam Alquran, merupakan dua makhluk ciptaan Allah yang mengemban tugas sebagai hamba. Keduanya diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Di samping manusia memiliki nilai plus sebagai khalifah di muka bumi. Sejatinya, ibadah merupakan tugas dasar bagi manusia. Maka tidak heran kalau dalam Alquran banyak kata jadian dari kata `abada-ya`budu, seperti 'u`bud, 'u`budE `ibâdurrahmân, `ibâdi al-shâlihûn, dan sebagainya.
Ibadah yang kita kenal saat ini adalah ibadah yang rutin kita lakukan, karena ia merupakan fardh `ain, seperti shalat lima waktu (al-shalawât al-maktûbah) dan shalat Jumat. Kemudian shalat lima waktu tersebut diiringi dengan shalat sunnah rawatib. Selain shalat rawatib ada juga shalat-shalat sunnah yang lain, seperti Tahiyyah al-masjid, Witir, Tahajjud dan Dhuha
Tulisan sederhana ini mencoba untuk mengulas seputar shalat Dhuha dan keutamaannya.
Shalat Dhuha merupakan shalat yang banyak mengandung fadhilah (keutamaan), namun tidak banyak mendapat perhatian dari kita selaku Mukmin. Karena ia berada dalam waktu yang di dalamnya banyak kesibukan. Orang banyak yang bekerja mencari rezki. Bagi pelajar mereka sibuk menuntut ilmu, begitu juga dengan yang memiliki kesibukan lainnnya. Oleh karenanya ia tidak begitu mendapat perhatian yang serius dan sering terlupakan.
Kapan shalat Dhuha dilakukan? Waktunya ketika matahari mulai naik sepenggalah (agak miring). Dan waktu yang paling afdhal adalah ketika mulai panas. Hal ini dijelaskan di dalam sebuah hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim;
"Shalatu al-'awwâbû‹ hû‹a tarmudhu al-fishâl" (Waktu mengerjakan shalat 'awwû‹ (dhuha adalah ketika hari panas).
Imam Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa ia berkata:
"Rasulullah saw keluar menuju penduduk Quba' ketika mereka akan mengerjakan shalat. Lalu beliau berkata: "Shalat 'awwâbû‹ ketika hari mulai panas".
Imam al-Nawawi di dalam kitab al-Majmû` berkata :
"Waktunya ketika matahari meninggi (condong). Sebagian ulama lagi mengatakan bahwa waktu yang paling afdhal adalah ketika matahari meninggi dan panasnya mulai terik.
Jumlah rakaatnya minimal dua rakaat, dan paling afdhal adalah delapan rakaat. Abu Hurairah ra. berkata;
" Kekasihku Rasulullah saw berwasiat kepadaku dengan tiga perkara, puasa selama tiga hari setiap bulannya, dua rakaat shalat Dhuha dan mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur" (Muttafaq `Alaihi).
Dalam hadits Qudsiy disebutkan empat rakaat (akan dijelaskan di dalam tulisan). Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jumlahnya delapan rakaat. Jumlah ini disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummu Hâni' ra bahwa Rasulullah saw shalat di dalam rumahnya (Ummu Hâni') pada tahun pembebasan Makkah sebanyak delapan rakaat. Namun dalam hadits lain disebutkan bahwa jumlah rakaatnya tidak terbatas, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari `Aisyah ra. Ia berkata:
"Rasulullah saw shalat Dhuha sebanyak empat rakaat lalu menambahnya seberapa yang dikehendakinya".
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut seluruhnya disepakati kesahihannya dan tidak ada perselisihan di dalamnya menurut para muhaqqiq (ahl al-tahqûŽ) .
Dan kesimpulannya, menurut beliau, shalat Dhuha adalah sunnah mu'akkadah. Minimal adalah dua rakaat, dan paling sempurna adalah delapan rakaat. Dan diantaranya empat atau enam, keduanya (empat atau enam rakaat) adalah lebih sempurna dari dua rakaat dan kesempurnaannya berada di bawah delapan rakaat (Muslim Syarh al-Nawawi: 5: 322).
Keutamaan shalat Dhuha Banyak hadits Rasulullah saw yang bercerita tentang keutamaan shalat Dhuha diantaranya;
Pertama,
Shalat Dhuha diganjar sebagai sedekah bagi seluruh persendian tubuh manusia. Dari Abu Dzar al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi saw bersabda;
“Di setiap sendiri seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhânallâh) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillâh) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lâilâhaillallâh) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuhs diberi pahala" (Dikeluarkan oleh Muslim).
Di dalam Fath al-Bâri, Imam Ibnu Hajar berkata; "Salah satu dari faidah shalat Dhuha adalah diberi pahala sedekah bagi seluruh sendi manusia dalam setiap hari. Dan jumlah sendi itu adalah tiga ratus enam puluh sendi" .
Kedua,
Ghanimah (keuntungan) yang besar. Dari Abdullah bin `AmrEbin `Ash radhiyallahu `anhuma, ia berkata;
"Rasulullah saw mengirim sebuah pasukan perang. Nabi saw berkata: "Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!. Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya). Lalu Rasulullah saw berkata; "Maukah kalian aku tunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan) nya dan cepat kembalinya? Mereka menjawab; "Ya! Rasul berkata lagi: "Barangsiapa yang berwudhu', kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan shalat Dhuha dia lah yang paling dekat tujuanannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya" (Shahû… al-Targhû~: 666).
Ketiga,
Sebuah rumah di dalam surga. Bagi yang rajin mengerjakan shalat Dhuha maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di dalam surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi saw: "Barangsiapa yang shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di surga" (Shahû… al-Jâmi`: 634).
Keempat,
Dua rakaat di awal hari, memperoleh ganjaran di sore hari. Dari Abu Darda ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata: "Allah ta`âla berkata: "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya" (Shahû… al-Jâmi`: 4339).
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan: "Innallâa `azza wa jalla yaqûlu: Yabna âdama akfnina awwala al-nahâr bi'arba`i raka`ât ukfika bihinna âkhira yaumika" (Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla berkata: "Wahai anak Adam, cukuplah bagi-Ku empat rakaat di awal hari, maka aku akan mencukupimu di sore harimu"). (Akfina awwala al-nahâri bi'arab`i raka`ât) arti dari akfina di sini adalah kerjakanlah dan lakukanlah karena Aku.
Diungkapkan dengan lafazh seperti itu sebagai bentuk resiprokal (al-musyârakah) dengan perkataan Allah dalam kata ukfika. (Ukfika âkhirahu): maksudnya adalah kecukupan Allah kepada hamba-Nya dengan cara menjaganya dari kejahatan dan memeliharanya dari kejahatan, memberikan rizki-Nya dari arah yang tidak disangka-sangka serta dimudahkan segala urusannya. Menurut ahli ilmu adalah bahwa empat rakaat tersebut adalah rakaat shalat Dhuha
Kelima,
Pahala `Umrah. Dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barangsiapa yang keluar untuk melaksanakan shalat Dhuha maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan `umrah....(Shahû… al-Targhû~: 673).
Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha , ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna" (Shahû… al-Jâmi`: 6346).
Demikian sekelumit penjelasan seputar shalat Dhuha dan beberapa keutamaannya.
Mudah-mudahan kita bisa melaksanakannya secara perlahan-lahan. Kita sempatkan diri kita untuk menghadap Allah swt. Rasanya tidak akan lama dan tidak akan memakan waktu yang panjang untuk mengerjakannya. Dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat. Tidak akan lebih dari sepuluh menit, insya Allah.
Bagi yang kerja di kantor, kita upayakan sebisa mungkin. Bagi para pengajar, kita upayakan ketika waktu istirahat. Bagi para siswa (pelajar, mahasiswa) kita usahakan ketika waktu istirahat.
Insya Allah kita akan mendapat ketenangan batin, kelapangan hidup dan ketentraman jiwa dengan mengingat Allah swt. Ala bidzikrillâhi tathma'innu al-qulûb!.
(Cairo, Saturday, 15 Jan 2005)
Qosim Nursheha Dzulhadi Penulis adalah Alumnus Pon. Pes Ar-Raudhatul
Hasanah-Medan. Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Cairo-Mesir, Fakultas
Ushuluddin-Jurusan Tafsir.
Awali Hari Dengan Sholat Dhuha
Sebagian kita sudah tak asing lagi dengan sholat sunnah yang satu ini. Namun pengetahuan belum menunjukkan sebuah perbuatan: sebuah pengamalan dalam beribadah. Hal ini bisa jadi karena kita malas, tak punya waktu mengerjakannya, tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya, tidak tahu segenap keutamaannya ( fadilah ) yang tersembunyi didalamnya.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan: " Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku mengenai tiga hal :a). agar aku berpuasa sebanyak tga hari pada setiap bulan, b). melakukan sholat dhuha dua raka'at dan c). melakukan sholat witir sebelum tidur." ( H.R. Bukhari & Muslim ).
Di hadits yang lain dikatakan bahwa Mu'azah al Adawiyah bertanya kepada Aisyah binti Abu Bakar r.a :" apakah Rasulullah SAW, melakukan sholat dhuha ?" Aisyah menjawab," Ya, Rasulullah SAW melakukannya sebanyak empat raka'at atau menambahnya sesuai dengan kehendak Allah SWT." ( H.R. Muslim, an-Nasa'i, at-Tirmizi, dan Ibnu Majah). Demikianlah hadits hadits tersebut meneguhkan ihwal kesunnahan sholat dhuha.
Status sunnah sholat dhuha di atas tentu saja tidak berangkat dari ruang kosong. Berdasarkan tinjauan agama, paling tidak beragam keutamaanya (fadilah ) yang bisa ditarik:
Pertama, sholat dhuha merupakan ekspresi terima kasih kita kepada Allah SWT, atas nikmat sehat bugarnya setiap sendi tubuh kita. menurut Rasulullah SAW, setiap sendi ditubuh kita berjumlah 360 sendi yang setiap harinya harus kita beri sedekah sebagai makanannya. Dan kata Nabi SAW, sholat dhuha adalah makanan sendi - sendi tersebut.
" Pada setiap manusia diciptakan 360 persendian dan seharusnya orang yang bersangkutan ( pemilik sendi ) bersedekah untuk setiap sendinya." Lalu, para sahabat bertanya:" Ya Rasulullah SAW, siapa yang sanggup melakukannya?'Rasulullah SAW menjelaskan:" Membersihkan kotoran yang ada di masjid atau menyingkirkan sesuatu ( yang dapat mencelakakan orang ) dari jalan raya, apabila ia tidak mampu maka sholat dhuha dua raka'at, dapat menggantikannya" ( H.R. Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud )
Kedua, sholat dhuha merupakan wahana pengharapan kita akan rahmat dan nikmat Allah sepanjang hari yang akan dilalui, entah itu nikmat fisik maupun materi. Rasulullah SAW bersabda, " Allah berfirman,"Wahai anak Adam, jangan sekali kali engkau malas melakukan sholat empat raka'at pada pagi hari, yaitu sholat dhuha, niscaya nanti akan Kucukupi kebutuhanmu hingga sore harinya." ( H.R. al-Hakim dan at-Tabrani).
Lebih dari itu, momen sholat dhuha merupakan saat dimana kita mengisi kembali semangat hidup baru. Kita berharap semoga hari yang akan kita lalui menjadi hari yang lebih baik dari hari kemarin. Disinilah, ruang kita menanam optimisme hidup. Bahwa kita tidak sendiri menjalani hidup. Ada Sang Maha Rahman yang senantiasa akan menemani kita dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ketiga, sholat dhuha sebagai pelindung kita untuk menangkal siksa api neraka di Hari Pembalasan ( Kiamat ) nanti. Hal ini ditegaskan Nabi SAW dalam haditsnya," Barangsiapa melakukan sholat fajar, kemudian ia tetap duduk ditempat shalatnya sambil berdzikir hingga matahari terbit dan kemudian ia melaksanakan sholat dhuha sebanyak dua raka'at, niscaya Allah SWT, akan mengharamkan api neraka untuk menyentuh atau membakar tubuhnya,"( H.R. al-Baihaqi)
Keempat, bagi orang yang merutinkan shalat dhuha, niscaya Allah mengganjarnya dengan balasan surga. Rasulullah SAW bersabda," Di dalam surga terdapat pintu yang bernama bab ad-dhuha ( pintu dhuha ) dan pada hari kiamat nanti ada orang yang memanggil," Di mana orang yang senantiasa megerjakan sholat dhuha ? Ini pintu kamu, masuklah dengan kasih sayang Allah." ( H.R. at-Tabrani).
Bila menilik serangkaian fadilah di atas, cukup beralasan, bila Nabi SAW menghimbau umatnya untuk senantiasa membiasakan diri dengan sholat dhuha ini. Kendati demikian, untuk meraih fadilah tersebut, beberapa tata cara pelaksanaannya, kiranya perlu diperhatikan.
Waktu Sholat Dhuha
Kata dhuha yang mengiringi sholat sunnah ini berarti terbit atau naiknya matahari. Wajar bila sholat ini, kemudian, dilakukan pada pagi hari ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Namun, beberapa ulama fikh berbeda pendapat tentang ketentuan waktunya.
Imam Nawawi di dalam kitab ar-Raudah mengatakan bahwa waktu sholat dhuha itu dimulai, sejak terbitnya matahari, yakni sekitar setinggi lembing ( lebih kurang 18 derajat ). Sementara Abdul Karim bin Muhammad ar-Rifai, seorang ahli fikih bermazhab Syafi'i berkomentar bahwa sholat itu lebih utama bila dikerjakan saat matahari lebih tinggi dari itu.
Ada sebuah hadits yang menentukan perihal dhuha di atas. Zaid bin Arqam meriwayatkan: " Rasulullah SAW keluar menemui penduduk Quba di saat mereka melaksanakan sholat dhuha, lalu Rasulullah SAW, bersabda :" Sholat dhuha dilakukan apabila anak anak unta telah merasa kepanasan ( karena tersengat
matahari)' ( H.R. Muslim dan Ahmad bin Hanbal).
Raka’at Dhuha
Sholat dhuha merupakan sholat yang tidak menyusahkan untuk dikerjakan. Sebab, pasalnya sholat dhuha itu menyesuaikan kemampuan dan kesempatan muslim yang hendak mengamalkannya. Poin ini tergambar dengan jelas pada bilangan raka'atnya. Mulai dari 2 raka'at, 4 raka'at, 8 raka'at hingga 12 raka'at. Masing masing raka'at memiliki sandaran hadits Rasulullah SAW, sebagaimana yang penulis singgung di atas.
Sayid Sabiq, ahli fikih dari Mesir, menyimpulkan bahwa batas minimal sholat dhuha itu 2 raka'at sedangkan batas maksimalnya adalah delapan raka'at. Pada ketentuan minimal dapat ditemukan pada hadits riwayat Abu Hurairah. Sementara ketentuan maksimal dapat ditemukan pada hadits fi'li ( perbuatan ) yang diriwayatkan Aisyah,r.q, " Rasulullah SAW, masuk kerumah saya lalu melakukan sholat dhuha sebanyak delapan raka'at." ( H.R. Ibnu Hiban )
Bahkan lebih dari itu, menurut ulama mazhab Hanafi jumlah maksimal raka'at sholat dhuha itu enam belas raka'at . Sedang Abu Ja'far Muhammad bin Jarir at-Tabari, pengarang kitab Tafsir Jami al-Bayan, sebagian ulama mazhab Syafi'i dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk jumlah raka'at sholat dhuha. Semuanya tergantung pada kemampuan dan kesanggupan orang yang ingin mengerjakannya.
Wallahu'alam bil shawab. ( Muaz/Hidayah).
Ibadah yang kita kenal saat ini adalah ibadah yang rutin kita lakukan, karena ia merupakan fardh `ain, seperti shalat lima waktu (al-shalawât al-maktûbah) dan shalat Jumat. Kemudian shalat lima waktu tersebut diiringi dengan shalat sunnah rawatib. Selain shalat rawatib ada juga shalat-shalat sunnah yang lain, seperti Tahiyyah al-masjid, Witir, Tahajjud dan Dhuha
Tulisan sederhana ini mencoba untuk mengulas seputar shalat Dhuha dan keutamaannya.
Shalat Dhuha merupakan shalat yang banyak mengandung fadhilah (keutamaan), namun tidak banyak mendapat perhatian dari kita selaku Mukmin. Karena ia berada dalam waktu yang di dalamnya banyak kesibukan. Orang banyak yang bekerja mencari rezki. Bagi pelajar mereka sibuk menuntut ilmu, begitu juga dengan yang memiliki kesibukan lainnnya. Oleh karenanya ia tidak begitu mendapat perhatian yang serius dan sering terlupakan.
Kapan shalat Dhuha dilakukan? Waktunya ketika matahari mulai naik sepenggalah (agak miring). Dan waktu yang paling afdhal adalah ketika mulai panas. Hal ini dijelaskan di dalam sebuah hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim;
"Shalatu al-'awwâbû‹ hû‹a tarmudhu al-fishâl" (Waktu mengerjakan shalat 'awwû‹ (dhuha adalah ketika hari panas).
Imam Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa ia berkata:
"Rasulullah saw keluar menuju penduduk Quba' ketika mereka akan mengerjakan shalat. Lalu beliau berkata: "Shalat 'awwâbû‹ ketika hari mulai panas".
Imam al-Nawawi di dalam kitab al-Majmû` berkata :
"Waktunya ketika matahari meninggi (condong). Sebagian ulama lagi mengatakan bahwa waktu yang paling afdhal adalah ketika matahari meninggi dan panasnya mulai terik.
Jumlah rakaatnya minimal dua rakaat, dan paling afdhal adalah delapan rakaat. Abu Hurairah ra. berkata;
" Kekasihku Rasulullah saw berwasiat kepadaku dengan tiga perkara, puasa selama tiga hari setiap bulannya, dua rakaat shalat Dhuha dan mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur" (Muttafaq `Alaihi).
Dalam hadits Qudsiy disebutkan empat rakaat (akan dijelaskan di dalam tulisan). Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jumlahnya delapan rakaat. Jumlah ini disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummu Hâni' ra bahwa Rasulullah saw shalat di dalam rumahnya (Ummu Hâni') pada tahun pembebasan Makkah sebanyak delapan rakaat. Namun dalam hadits lain disebutkan bahwa jumlah rakaatnya tidak terbatas, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari `Aisyah ra. Ia berkata:
"Rasulullah saw shalat Dhuha sebanyak empat rakaat lalu menambahnya seberapa yang dikehendakinya".
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut seluruhnya disepakati kesahihannya dan tidak ada perselisihan di dalamnya menurut para muhaqqiq (ahl al-tahqûŽ) .
Dan kesimpulannya, menurut beliau, shalat Dhuha adalah sunnah mu'akkadah. Minimal adalah dua rakaat, dan paling sempurna adalah delapan rakaat. Dan diantaranya empat atau enam, keduanya (empat atau enam rakaat) adalah lebih sempurna dari dua rakaat dan kesempurnaannya berada di bawah delapan rakaat (Muslim Syarh al-Nawawi: 5: 322).
Keutamaan shalat Dhuha Banyak hadits Rasulullah saw yang bercerita tentang keutamaan shalat Dhuha diantaranya;
Pertama,
Shalat Dhuha diganjar sebagai sedekah bagi seluruh persendian tubuh manusia. Dari Abu Dzar al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi saw bersabda;
“Di setiap sendiri seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhânallâh) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillâh) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lâilâhaillallâh) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuhs diberi pahala" (Dikeluarkan oleh Muslim).
Di dalam Fath al-Bâri, Imam Ibnu Hajar berkata; "Salah satu dari faidah shalat Dhuha adalah diberi pahala sedekah bagi seluruh sendi manusia dalam setiap hari. Dan jumlah sendi itu adalah tiga ratus enam puluh sendi" .
Kedua,
Ghanimah (keuntungan) yang besar. Dari Abdullah bin `AmrEbin `Ash radhiyallahu `anhuma, ia berkata;
"Rasulullah saw mengirim sebuah pasukan perang. Nabi saw berkata: "Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!. Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya). Lalu Rasulullah saw berkata; "Maukah kalian aku tunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan) nya dan cepat kembalinya? Mereka menjawab; "Ya! Rasul berkata lagi: "Barangsiapa yang berwudhu', kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan shalat Dhuha dia lah yang paling dekat tujuanannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya" (Shahû… al-Targhû~: 666).
Ketiga,
Sebuah rumah di dalam surga. Bagi yang rajin mengerjakan shalat Dhuha maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di dalam surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi saw: "Barangsiapa yang shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di surga" (Shahû… al-Jâmi`: 634).
Keempat,
Dua rakaat di awal hari, memperoleh ganjaran di sore hari. Dari Abu Darda ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata: "Allah ta`âla berkata: "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya" (Shahû… al-Jâmi`: 4339).
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan: "Innallâa `azza wa jalla yaqûlu: Yabna âdama akfnina awwala al-nahâr bi'arba`i raka`ât ukfika bihinna âkhira yaumika" (Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla berkata: "Wahai anak Adam, cukuplah bagi-Ku empat rakaat di awal hari, maka aku akan mencukupimu di sore harimu"). (Akfina awwala al-nahâri bi'arab`i raka`ât) arti dari akfina di sini adalah kerjakanlah dan lakukanlah karena Aku.
Diungkapkan dengan lafazh seperti itu sebagai bentuk resiprokal (al-musyârakah) dengan perkataan Allah dalam kata ukfika. (Ukfika âkhirahu): maksudnya adalah kecukupan Allah kepada hamba-Nya dengan cara menjaganya dari kejahatan dan memeliharanya dari kejahatan, memberikan rizki-Nya dari arah yang tidak disangka-sangka serta dimudahkan segala urusannya. Menurut ahli ilmu adalah bahwa empat rakaat tersebut adalah rakaat shalat Dhuha
Kelima,
Pahala `Umrah. Dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barangsiapa yang keluar untuk melaksanakan shalat Dhuha maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan `umrah....(Shahû… al-Targhû~: 673).
Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha , ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna" (Shahû… al-Jâmi`: 6346).
Demikian sekelumit penjelasan seputar shalat Dhuha dan beberapa keutamaannya.
Mudah-mudahan kita bisa melaksanakannya secara perlahan-lahan. Kita sempatkan diri kita untuk menghadap Allah swt. Rasanya tidak akan lama dan tidak akan memakan waktu yang panjang untuk mengerjakannya. Dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat. Tidak akan lebih dari sepuluh menit, insya Allah.
Bagi yang kerja di kantor, kita upayakan sebisa mungkin. Bagi para pengajar, kita upayakan ketika waktu istirahat. Bagi para siswa (pelajar, mahasiswa) kita usahakan ketika waktu istirahat.
Insya Allah kita akan mendapat ketenangan batin, kelapangan hidup dan ketentraman jiwa dengan mengingat Allah swt. Ala bidzikrillâhi tathma'innu al-qulûb!.
(Cairo, Saturday, 15 Jan 2005)
Qosim Nursheha Dzulhadi Penulis adalah Alumnus Pon. Pes Ar-Raudhatul
Hasanah-Medan. Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Cairo-Mesir, Fakultas
Ushuluddin-Jurusan Tafsir.
Awali Hari Dengan Sholat Dhuha
Sebagian kita sudah tak asing lagi dengan sholat sunnah yang satu ini. Namun pengetahuan belum menunjukkan sebuah perbuatan: sebuah pengamalan dalam beribadah. Hal ini bisa jadi karena kita malas, tak punya waktu mengerjakannya, tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya, tidak tahu segenap keutamaannya ( fadilah ) yang tersembunyi didalamnya.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan: " Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku mengenai tiga hal :a). agar aku berpuasa sebanyak tga hari pada setiap bulan, b). melakukan sholat dhuha dua raka'at dan c). melakukan sholat witir sebelum tidur." ( H.R. Bukhari & Muslim ).
Di hadits yang lain dikatakan bahwa Mu'azah al Adawiyah bertanya kepada Aisyah binti Abu Bakar r.a :" apakah Rasulullah SAW, melakukan sholat dhuha ?" Aisyah menjawab," Ya, Rasulullah SAW melakukannya sebanyak empat raka'at atau menambahnya sesuai dengan kehendak Allah SWT." ( H.R. Muslim, an-Nasa'i, at-Tirmizi, dan Ibnu Majah). Demikianlah hadits hadits tersebut meneguhkan ihwal kesunnahan sholat dhuha.
Status sunnah sholat dhuha di atas tentu saja tidak berangkat dari ruang kosong. Berdasarkan tinjauan agama, paling tidak beragam keutamaanya (fadilah ) yang bisa ditarik:
Pertama, sholat dhuha merupakan ekspresi terima kasih kita kepada Allah SWT, atas nikmat sehat bugarnya setiap sendi tubuh kita. menurut Rasulullah SAW, setiap sendi ditubuh kita berjumlah 360 sendi yang setiap harinya harus kita beri sedekah sebagai makanannya. Dan kata Nabi SAW, sholat dhuha adalah makanan sendi - sendi tersebut.
" Pada setiap manusia diciptakan 360 persendian dan seharusnya orang yang bersangkutan ( pemilik sendi ) bersedekah untuk setiap sendinya." Lalu, para sahabat bertanya:" Ya Rasulullah SAW, siapa yang sanggup melakukannya?'Rasulullah SAW menjelaskan:" Membersihkan kotoran yang ada di masjid atau menyingkirkan sesuatu ( yang dapat mencelakakan orang ) dari jalan raya, apabila ia tidak mampu maka sholat dhuha dua raka'at, dapat menggantikannya" ( H.R. Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud )
Kedua, sholat dhuha merupakan wahana pengharapan kita akan rahmat dan nikmat Allah sepanjang hari yang akan dilalui, entah itu nikmat fisik maupun materi. Rasulullah SAW bersabda, " Allah berfirman,"Wahai anak Adam, jangan sekali kali engkau malas melakukan sholat empat raka'at pada pagi hari, yaitu sholat dhuha, niscaya nanti akan Kucukupi kebutuhanmu hingga sore harinya." ( H.R. al-Hakim dan at-Tabrani).
Lebih dari itu, momen sholat dhuha merupakan saat dimana kita mengisi kembali semangat hidup baru. Kita berharap semoga hari yang akan kita lalui menjadi hari yang lebih baik dari hari kemarin. Disinilah, ruang kita menanam optimisme hidup. Bahwa kita tidak sendiri menjalani hidup. Ada Sang Maha Rahman yang senantiasa akan menemani kita dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ketiga, sholat dhuha sebagai pelindung kita untuk menangkal siksa api neraka di Hari Pembalasan ( Kiamat ) nanti. Hal ini ditegaskan Nabi SAW dalam haditsnya," Barangsiapa melakukan sholat fajar, kemudian ia tetap duduk ditempat shalatnya sambil berdzikir hingga matahari terbit dan kemudian ia melaksanakan sholat dhuha sebanyak dua raka'at, niscaya Allah SWT, akan mengharamkan api neraka untuk menyentuh atau membakar tubuhnya,"( H.R. al-Baihaqi)
Keempat, bagi orang yang merutinkan shalat dhuha, niscaya Allah mengganjarnya dengan balasan surga. Rasulullah SAW bersabda," Di dalam surga terdapat pintu yang bernama bab ad-dhuha ( pintu dhuha ) dan pada hari kiamat nanti ada orang yang memanggil," Di mana orang yang senantiasa megerjakan sholat dhuha ? Ini pintu kamu, masuklah dengan kasih sayang Allah." ( H.R. at-Tabrani).
Bila menilik serangkaian fadilah di atas, cukup beralasan, bila Nabi SAW menghimbau umatnya untuk senantiasa membiasakan diri dengan sholat dhuha ini. Kendati demikian, untuk meraih fadilah tersebut, beberapa tata cara pelaksanaannya, kiranya perlu diperhatikan.
Waktu Sholat Dhuha
Kata dhuha yang mengiringi sholat sunnah ini berarti terbit atau naiknya matahari. Wajar bila sholat ini, kemudian, dilakukan pada pagi hari ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Namun, beberapa ulama fikh berbeda pendapat tentang ketentuan waktunya.
Imam Nawawi di dalam kitab ar-Raudah mengatakan bahwa waktu sholat dhuha itu dimulai, sejak terbitnya matahari, yakni sekitar setinggi lembing ( lebih kurang 18 derajat ). Sementara Abdul Karim bin Muhammad ar-Rifai, seorang ahli fikih bermazhab Syafi'i berkomentar bahwa sholat itu lebih utama bila dikerjakan saat matahari lebih tinggi dari itu.
Ada sebuah hadits yang menentukan perihal dhuha di atas. Zaid bin Arqam meriwayatkan: " Rasulullah SAW keluar menemui penduduk Quba di saat mereka melaksanakan sholat dhuha, lalu Rasulullah SAW, bersabda :" Sholat dhuha dilakukan apabila anak anak unta telah merasa kepanasan ( karena tersengat
matahari)' ( H.R. Muslim dan Ahmad bin Hanbal).
Raka’at Dhuha
Sholat dhuha merupakan sholat yang tidak menyusahkan untuk dikerjakan. Sebab, pasalnya sholat dhuha itu menyesuaikan kemampuan dan kesempatan muslim yang hendak mengamalkannya. Poin ini tergambar dengan jelas pada bilangan raka'atnya. Mulai dari 2 raka'at, 4 raka'at, 8 raka'at hingga 12 raka'at. Masing masing raka'at memiliki sandaran hadits Rasulullah SAW, sebagaimana yang penulis singgung di atas.
Sayid Sabiq, ahli fikih dari Mesir, menyimpulkan bahwa batas minimal sholat dhuha itu 2 raka'at sedangkan batas maksimalnya adalah delapan raka'at. Pada ketentuan minimal dapat ditemukan pada hadits riwayat Abu Hurairah. Sementara ketentuan maksimal dapat ditemukan pada hadits fi'li ( perbuatan ) yang diriwayatkan Aisyah,r.q, " Rasulullah SAW, masuk kerumah saya lalu melakukan sholat dhuha sebanyak delapan raka'at." ( H.R. Ibnu Hiban )
Bahkan lebih dari itu, menurut ulama mazhab Hanafi jumlah maksimal raka'at sholat dhuha itu enam belas raka'at . Sedang Abu Ja'far Muhammad bin Jarir at-Tabari, pengarang kitab Tafsir Jami al-Bayan, sebagian ulama mazhab Syafi'i dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk jumlah raka'at sholat dhuha. Semuanya tergantung pada kemampuan dan kesanggupan orang yang ingin mengerjakannya.
Wallahu'alam bil shawab. ( Muaz/Hidayah).
Langganan:
Postingan (Atom)