Translate

Senin, 05 Oktober 2009

MEMBUDAYAKAN SHOLAT DHUHA

Jin dan manusia sebagaimana yang diwartakan dalam Alquran, merupakan dua makhluk ciptaan Allah yang mengemban tugas sebagai hamba. Keduanya diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Di samping manusia memiliki nilai plus sebagai khalifah di muka bumi. Sejatinya, ibadah merupakan tugas dasar bagi manusia. Maka tidak heran kalau dalam Alquran banyak kata jadian dari kata `abada-ya`budu, seperti 'u`bud, 'u`budE `ibâdurrahmân, `ibâdi al-shâlihûn, dan sebagainya.

Ibadah yang kita kenal saat ini adalah ibadah yang rutin kita lakukan, karena ia merupakan fardh `ain, seperti shalat lima waktu (al-shalawât al-maktûbah) dan shalat Jumat. Kemudian shalat lima waktu tersebut diiringi dengan shalat sunnah rawatib. Selain shalat rawatib ada juga shalat-shalat sunnah yang lain, seperti Tahiyyah al-masjid, Witir, Tahajjud dan Dhuha

Tulisan sederhana ini mencoba untuk mengulas seputar shalat Dhuha dan keutamaannya.
Shalat Dhuha merupakan shalat yang banyak mengandung fadhilah (keutamaan), namun tidak banyak mendapat perhatian dari kita selaku Mukmin. Karena ia berada dalam waktu yang di dalamnya banyak kesibukan. Orang banyak yang bekerja mencari rezki. Bagi pelajar mereka sibuk menuntut ilmu, begitu juga dengan yang memiliki kesibukan lainnnya. Oleh karenanya ia tidak begitu mendapat perhatian yang serius dan sering terlupakan.

Kapan shalat Dhuha dilakukan? Waktunya ketika matahari mulai naik sepenggalah (agak miring). Dan waktu yang paling afdhal adalah ketika mulai panas. Hal ini dijelaskan di dalam sebuah hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim;
"Shalatu al-'awwâbû‹ hû‹a tarmudhu al-fishâl" (Waktu mengerjakan shalat 'awwû‹ (dhuha adalah ketika hari panas).

Imam Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa ia berkata:
"Rasulullah saw keluar menuju penduduk Quba' ketika mereka akan mengerjakan shalat. Lalu beliau berkata: "Shalat 'awwâbû‹ ketika hari mulai panas".
Imam al-Nawawi di dalam kitab al-Majmû` berkata :
"Waktunya ketika matahari meninggi (condong). Sebagian ulama lagi mengatakan bahwa waktu yang paling afdhal adalah ketika matahari meninggi dan panasnya mulai terik.
Jumlah rakaatnya minimal dua rakaat, dan paling afdhal adalah delapan rakaat. Abu Hurairah ra. berkata;
" Kekasihku Rasulullah saw berwasiat kepadaku dengan tiga perkara, puasa selama tiga hari setiap bulannya, dua rakaat shalat Dhuha dan mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur" (Muttafaq `Alaihi).
Dalam hadits Qudsiy disebutkan empat rakaat (akan dijelaskan di dalam tulisan). Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jumlahnya delapan rakaat. Jumlah ini disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummu Hâni' ra bahwa Rasulullah saw shalat di dalam rumahnya (Ummu Hâni') pada tahun pembebasan Makkah sebanyak delapan rakaat. Namun dalam hadits lain disebutkan bahwa jumlah rakaatnya tidak terbatas, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari `Aisyah ra. Ia berkata:
"Rasulullah saw shalat Dhuha sebanyak empat rakaat lalu menambahnya seberapa yang dikehendakinya".
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut seluruhnya disepakati kesahihannya dan tidak ada perselisihan di dalamnya menurut para muhaqqiq (ahl al-tahqûŽ) .
Dan kesimpulannya, menurut beliau, shalat Dhuha adalah sunnah mu'akkadah. Minimal adalah dua rakaat, dan paling sempurna adalah delapan rakaat. Dan diantaranya empat atau enam, keduanya (empat atau enam rakaat) adalah lebih sempurna dari dua rakaat dan kesempurnaannya berada di bawah delapan rakaat (Muslim Syarh al-Nawawi: 5: 322).
Keutamaan shalat Dhuha Banyak hadits Rasulullah saw yang bercerita tentang keutamaan shalat Dhuha diantaranya;
Pertama,
Shalat Dhuha diganjar sebagai sedekah bagi seluruh persendian tubuh manusia. Dari Abu Dzar al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi saw bersabda;
“Di setiap sendiri seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhânallâh) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillâh) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lâilâhaillallâh) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuhs diberi pahala" (Dikeluarkan oleh Muslim).
Di dalam Fath al-Bâri, Imam Ibnu Hajar berkata; "Salah satu dari faidah shalat Dhuha adalah diberi pahala sedekah bagi seluruh sendi manusia dalam setiap hari. Dan jumlah sendi itu adalah tiga ratus enam puluh sendi" .
Kedua,
Ghanimah (keuntungan) yang besar. Dari Abdullah bin `AmrEbin `Ash radhiyallahu `anhuma, ia berkata;
"Rasulullah saw mengirim sebuah pasukan perang. Nabi saw berkata: "Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!. Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya). Lalu Rasulullah saw berkata; "Maukah kalian aku tunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan) nya dan cepat kembalinya? Mereka menjawab; "Ya! Rasul berkata lagi: "Barangsiapa yang berwudhu', kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan shalat Dhuha dia lah yang paling dekat tujuanannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya" (Shahû… al-Targhû~: 666).
Ketiga,
Sebuah rumah di dalam surga. Bagi yang rajin mengerjakan shalat Dhuha maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di dalam surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi saw: "Barangsiapa yang shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di surga" (Shahû… al-Jâmi`: 634).

Keempat,
Dua rakaat di awal hari, memperoleh ganjaran di sore hari. Dari Abu Darda ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata: "Allah ta`âla berkata: "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya" (Shahû… al-Jâmi`: 4339).
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan: "Innallâa `azza wa jalla yaqûlu: Yabna âdama akfnina awwala al-nahâr bi'arba`i raka`ât ukfika bihinna âkhira yaumika" (Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla berkata: "Wahai anak Adam, cukuplah bagi-Ku empat rakaat di awal hari, maka aku akan mencukupimu di sore harimu"). (Akfina awwala al-nahâri bi'arab`i raka`ât) arti dari akfina di sini adalah kerjakanlah dan lakukanlah karena Aku.
Diungkapkan dengan lafazh seperti itu sebagai bentuk resiprokal (al-musyârakah) dengan perkataan Allah dalam kata ukfika. (Ukfika âkhirahu): maksudnya adalah kecukupan Allah kepada hamba-Nya dengan cara menjaganya dari kejahatan dan memeliharanya dari kejahatan, memberikan rizki-Nya dari arah yang tidak disangka-sangka serta dimudahkan segala urusannya. Menurut ahli ilmu adalah bahwa empat rakaat tersebut adalah rakaat shalat Dhuha
Kelima,
Pahala `Umrah. Dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barangsiapa yang keluar untuk melaksanakan shalat Dhuha maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan `umrah....(Shahû… al-Targhû~: 673).
Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha , ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna" (Shahû… al-Jâmi`: 6346).
Demikian sekelumit penjelasan seputar shalat Dhuha dan beberapa keutamaannya.
Mudah-mudahan kita bisa melaksanakannya secara perlahan-lahan. Kita sempatkan diri kita untuk menghadap Allah swt. Rasanya tidak akan lama dan tidak akan memakan waktu yang panjang untuk mengerjakannya. Dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat. Tidak akan lebih dari sepuluh menit, insya Allah.
Bagi yang kerja di kantor, kita upayakan sebisa mungkin. Bagi para pengajar, kita upayakan ketika waktu istirahat. Bagi para siswa (pelajar, mahasiswa) kita usahakan ketika waktu istirahat.
Insya Allah kita akan mendapat ketenangan batin, kelapangan hidup dan ketentraman jiwa dengan mengingat Allah swt. Ala bidzikrillâhi tathma'innu al-qulûb!.

(Cairo, Saturday, 15 Jan 2005)
Qosim Nursheha Dzulhadi Penulis adalah Alumnus Pon. Pes Ar-Raudhatul
Hasanah-Medan. Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Cairo-Mesir, Fakultas
Ushuluddin-Jurusan Tafsir.


Awali Hari Dengan Sholat Dhuha

Sebagian kita sudah tak asing lagi dengan sholat sunnah yang satu ini. Namun pengetahuan belum menunjukkan sebuah perbuatan: sebuah pengamalan dalam beribadah. Hal ini bisa jadi karena kita malas, tak punya waktu mengerjakannya, tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya, tidak tahu segenap keutamaannya ( fadilah ) yang tersembunyi didalamnya.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan: " Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku mengenai tiga hal :a). agar aku berpuasa sebanyak tga hari pada setiap bulan, b). melakukan sholat dhuha dua raka'at dan c). melakukan sholat witir sebelum tidur." ( H.R. Bukhari & Muslim ).
Di hadits yang lain dikatakan bahwa Mu'azah al Adawiyah bertanya kepada Aisyah binti Abu Bakar r.a :" apakah Rasulullah SAW, melakukan sholat dhuha ?" Aisyah menjawab," Ya, Rasulullah SAW melakukannya sebanyak empat raka'at atau menambahnya sesuai dengan kehendak Allah SWT." ( H.R. Muslim, an-Nasa'i, at-Tirmizi, dan Ibnu Majah). Demikianlah hadits hadits tersebut meneguhkan ihwal kesunnahan sholat dhuha.
Status sunnah sholat dhuha di atas tentu saja tidak berangkat dari ruang kosong. Berdasarkan tinjauan agama, paling tidak beragam keutamaanya (fadilah ) yang bisa ditarik:
Pertama, sholat dhuha merupakan ekspresi terima kasih kita kepada Allah SWT, atas nikmat sehat bugarnya setiap sendi tubuh kita. menurut Rasulullah SAW, setiap sendi ditubuh kita berjumlah 360 sendi yang setiap harinya harus kita beri sedekah sebagai makanannya. Dan kata Nabi SAW, sholat dhuha adalah makanan sendi - sendi tersebut.
" Pada setiap manusia diciptakan 360 persendian dan seharusnya orang yang bersangkutan ( pemilik sendi ) bersedekah untuk setiap sendinya." Lalu, para sahabat bertanya:" Ya Rasulullah SAW, siapa yang sanggup melakukannya?'Rasulullah SAW menjelaskan:" Membersihkan kotoran yang ada di masjid atau menyingkirkan sesuatu ( yang dapat mencelakakan orang ) dari jalan raya, apabila ia tidak mampu maka sholat dhuha dua raka'at, dapat menggantikannya" ( H.R. Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud )
Kedua, sholat dhuha merupakan wahana pengharapan kita akan rahmat dan nikmat Allah sepanjang hari yang akan dilalui, entah itu nikmat fisik maupun materi. Rasulullah SAW bersabda, " Allah berfirman,"Wahai anak Adam, jangan sekali kali engkau malas melakukan sholat empat raka'at pada pagi hari, yaitu sholat dhuha, niscaya nanti akan Kucukupi kebutuhanmu hingga sore harinya." ( H.R. al-Hakim dan at-Tabrani).
Lebih dari itu, momen sholat dhuha merupakan saat dimana kita mengisi kembali semangat hidup baru. Kita berharap semoga hari yang akan kita lalui menjadi hari yang lebih baik dari hari kemarin. Disinilah, ruang kita menanam optimisme hidup. Bahwa kita tidak sendiri menjalani hidup. Ada Sang Maha Rahman yang senantiasa akan menemani kita dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ketiga, sholat dhuha sebagai pelindung kita untuk menangkal siksa api neraka di Hari Pembalasan ( Kiamat ) nanti. Hal ini ditegaskan Nabi SAW dalam haditsnya," Barangsiapa melakukan sholat fajar, kemudian ia tetap duduk ditempat shalatnya sambil berdzikir hingga matahari terbit dan kemudian ia melaksanakan sholat dhuha sebanyak dua raka'at, niscaya Allah SWT, akan mengharamkan api neraka untuk menyentuh atau membakar tubuhnya,"( H.R. al-Baihaqi)
Keempat, bagi orang yang merutinkan shalat dhuha, niscaya Allah mengganjarnya dengan balasan surga. Rasulullah SAW bersabda," Di dalam surga terdapat pintu yang bernama bab ad-dhuha ( pintu dhuha ) dan pada hari kiamat nanti ada orang yang memanggil," Di mana orang yang senantiasa megerjakan sholat dhuha ? Ini pintu kamu, masuklah dengan kasih sayang Allah." ( H.R. at-Tabrani).
Bila menilik serangkaian fadilah di atas, cukup beralasan, bila Nabi SAW menghimbau umatnya untuk senantiasa membiasakan diri dengan sholat dhuha ini. Kendati demikian, untuk meraih fadilah tersebut, beberapa tata cara pelaksanaannya, kiranya perlu diperhatikan.
Waktu Sholat Dhuha
Kata dhuha yang mengiringi sholat sunnah ini berarti terbit atau naiknya matahari. Wajar bila sholat ini, kemudian, dilakukan pada pagi hari ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Namun, beberapa ulama fikh berbeda pendapat tentang ketentuan waktunya.
Imam Nawawi di dalam kitab ar-Raudah mengatakan bahwa waktu sholat dhuha itu dimulai, sejak terbitnya matahari, yakni sekitar setinggi lembing ( lebih kurang 18 derajat ). Sementara Abdul Karim bin Muhammad ar-Rifai, seorang ahli fikih bermazhab Syafi'i berkomentar bahwa sholat itu lebih utama bila dikerjakan saat matahari lebih tinggi dari itu.
Ada sebuah hadits yang menentukan perihal dhuha di atas. Zaid bin Arqam meriwayatkan: " Rasulullah SAW keluar menemui penduduk Quba di saat mereka melaksanakan sholat dhuha, lalu Rasulullah SAW, bersabda :" Sholat dhuha dilakukan apabila anak anak unta telah merasa kepanasan ( karena tersengat
matahari)' ( H.R. Muslim dan Ahmad bin Hanbal).
Raka’at Dhuha
Sholat dhuha merupakan sholat yang tidak menyusahkan untuk dikerjakan. Sebab, pasalnya sholat dhuha itu menyesuaikan kemampuan dan kesempatan muslim yang hendak mengamalkannya. Poin ini tergambar dengan jelas pada bilangan raka'atnya. Mulai dari 2 raka'at, 4 raka'at, 8 raka'at hingga 12 raka'at. Masing masing raka'at memiliki sandaran hadits Rasulullah SAW, sebagaimana yang penulis singgung di atas.
Sayid Sabiq, ahli fikih dari Mesir, menyimpulkan bahwa batas minimal sholat dhuha itu 2 raka'at sedangkan batas maksimalnya adalah delapan raka'at. Pada ketentuan minimal dapat ditemukan pada hadits riwayat Abu Hurairah. Sementara ketentuan maksimal dapat ditemukan pada hadits fi'li ( perbuatan ) yang diriwayatkan Aisyah,r.q, " Rasulullah SAW, masuk kerumah saya lalu melakukan sholat dhuha sebanyak delapan raka'at." ( H.R. Ibnu Hiban )
Bahkan lebih dari itu, menurut ulama mazhab Hanafi jumlah maksimal raka'at sholat dhuha itu enam belas raka'at . Sedang Abu Ja'far Muhammad bin Jarir at-Tabari, pengarang kitab Tafsir Jami al-Bayan, sebagian ulama mazhab Syafi'i dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk jumlah raka'at sholat dhuha. Semuanya tergantung pada kemampuan dan kesanggupan orang yang ingin mengerjakannya.
Wallahu'alam bil shawab. ( Muaz/Hidayah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar