Translate

Kamis, 06 Agustus 2009

PUASA DAN CINTA

Puasa dan Cinta
Ternyata bukan hanya umat Muhammad yang berpuasa. Sejarah mencatat, sebelum kedatangan Muhammad, umat Nabi yang lain diwajibkan berpuasa. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya. Bahkan, nabi Adam alaihissalam diperintahkan untuk tidak memakan buah khuldi, yang ditafsirkan sebagai bentuk puasa pada masa itu.
"Janganlah kamu mendekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim". (Al-Baqarah: 35).
Begitu pula nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari.Nabi Isa pun berpuasa. Dalam Surah Maryam dinyatakan Nabi Zakaria dan Maryam sering mengamalkan puasa. Nabi Daud alaihissalam sehari berpuasa dan sehari berbuka pada tiap tahunnya. Nabi Muhammad saw.sendirisebelumdiangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain. Malah masyarakat Yahudi yang tinggal di Madinah pada masa itu turut mengamalkan puasa Asyura.
Begitu pula, binatang dan tumbuh-tumbuhan melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya. Selama mengerami telur, ayam harus berpuasa. Ular pun berpuasa. Baginya berpuasa berguna untuk menjaga struktur kulitnya agar tetap keras terlindung dari sengatan matahari dan duri hingga ia tetap mampu melata di bumi. Ulat-ulat pemakan daun pun berpuasa, jika tidak ia tak kan lagi menjadi kupu-kupu dan menyerbuk bunga-bunga.
Jika berpuasa merupakan sunnah thobi'iyyah (sunnah kehidupan) sebagai langkah untuk tetap survive, mengapa manusia tidak? Terlebih lagi jika kewajiban puasa diembankan kepada umat Islam, tentu saja memikili makna filosofis dan hikmah tersendiri. Karena, ternyata puasa bukan hanya menahan dari segala sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melainkan merefleksikan diri untuk turut hidup berdampingan dengan orang lain secara harmonis, memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri dengan sikap tepa selira dengan menjalin hidup dalam kebersamaan, serta melatih diri untuk selalu peka terhadap lingkungan. Rahasia-rahasia tersebut ternyata ada pada kalimat terakhir yang teramat singkat pada ayat 183 surah al-Baqarah. Allah swt memerintahkan:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah:183).
Allah swt mengakhiri ayat tersebut dengan "agar kalian bertakwa". Syekh Musthafa Shodiq al-Rafi'ie (w. 1356 H/1937 M) dalam bukunya wahy al-Qalam mentakwil kata "takwa" dengan ittiqa, yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan kodrati manusia dari perilaku layaknya binatang. Dengan puasa, manusia dapat menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok.
Jika kita bandingkan dengan ideologi lain, mazhab sosialisme yang mengalami masa kolapnya di Eropa, tak mampu mengubah, menambah dan mengurangi jatah perut pengikutnya. Mereka, para sosialisme yang dianggap sebagai "mazhab buku" tak pelak lagi memandang puasa sebagai "satu-satunya sistem sosialis yang paling unik dan justeru paling absah"! Bagaimana tidak, puasa adalah kefakiran secara 'paksa' (ijbari) yang ditentukan oleh syariat agama kepada seluruh umat (Islam) tanpa pandang bulu. Islam memandang sama derajat manusia, terutama soal "perut". Mereka yang memiliki dolar, atau yang mempunyai sedikit rupiah, atau orang yang tak memiliki sepeserpun, tetap merasakan hal yang sama: lapar dan haus. Jika sholat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitifitas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri. Dan kehidupan itu mencapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki kesamaan rasa, atau manusia "turut merasakan" bersama, bukan sebaliknya. Manusia mencapai derajat kesempurnaan (insan kamil) tatkala turut merasakan sensitifitas satu rasa sakit, bukan turut berebut melampiaskan segala macam hawa nafsu.
Dari sini puasa memiliki multifungsi. Setidaknya ada tiga fungsi puasa: tazhib, ta'dib dan tadrib. Puasa adalah sarana untuk mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa seseorang (ta'dib), serta medium latihan untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada esensinya bermuara pada tujuan akhir puasa: takwa. Takwa dalam pengertian yang lebih umum adalah melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Takwa dan kesalehan sosial adalah dua wajah dari satu keping mata uang yang sama, mengintegral dan tak dapat dipisahkan.
Ada sejenis kaidah jiwa, bahwasanya "cinta" timbul dari rasa sakit. Di sinilah letak rahasia besar sosial dari hikmah berpuasa. Dengan jelas dan akurat, Islam melarang keras segala bentuk makanan, minuman, aktivitas seks, penyakit hati dan ucapan merasuki perut dan jiwa orang yang berpuasa. Dari lapar dan dahaga, betapa kita dapat merasakan mereka yang berada di garis kemiskinan, manusia papa yang berada di kolong jembatan, atau kaum tunawisma yang kerap berselimutkan dingin di malam hari atau terbakar terik matahari di siang hari. Ini adalah suatu sistem, cara praktis melatih kasih sayang jiwa dan nurani manusia. Adakah cara yang paling efektif untuk melatih cinta? Bukankah kita tahu bahwa selalu ada dua mata rantai yang saling terkait: yang melihat dan yang buta, yang cendikia dan yang awam, serta yang teratur dan yang mengejutkan.
Jika cinta antara orang kaya yang lapar terhadap orang miskin yang (juga) lapar tercipta, maka untaian hikmah kemanusiaan di dalam diri menemukan kekuasaannya sebagai "sang mesias", juru selamat. Orang yang berpunya dan hatinya selalu diasah dengan puasa, maka telinga jiwanya mendengar suara sang fakir yang merintih. Ia tidak serta merta mendengar itu sebagai suara mohon pengharapan, melainkan permohonan akan sesuatu hal yang tidak ada jalan lain untuk disambut, direngkuh dan direspon akan makna tangisannya itu. Orang berpunya akan memaknai itu semua atas pengabdian yang tulus, iimaanan wa ihtisaaban. Semua karena Allah, karena hanya Dia Sang pemilik segala.
Sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan,semoga apa yang saya bagi ini akan menambah kekutan iman kita sebagai muslim. Marilah kita sambut bulan yang penuh berkah ini dengan gembira dan memperbanyak amalan-amalan yang akan membuat kita semua mendapat rahmat dan barokah dari Allah SWT. Amiin.

Inti Agama Islam

Inti Agama Islam

"Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku."
(Q. S. Adz-Dzariyat: 56)

Kewajiban Seorang Hamba

Kewajiban seorang hamba yang pertama kali harus dilakukan adalah:
Mengetahui bentuk hakikat perintah yang Allah tetapkan atasnya. Allah mengambil janji terhadap mereka dengan mengutus para Rasul, menurunkan kitab, dan karenanya pula Allah menciptakan dunia dan akhirat, surga dan neraka.
Dengan perintah-Nya akan terjadi hari kiamat, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan-Nya. Lalu ada proses perhitungan di alam akhirat dimana perbuatan manusia di dunia harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Dan sampai pada ketentuan apakah seseorang itu celaka atau bahagia dengan keadaan dirinya masing-masing. Orang-orang yang celaka tempatnya yang telah disediakan adalah Neraka. Dan orang-orang yang beruntung tempatnya adalah di surga, masing-masing dengan derajat yang berbeda sesuai dengan dekat dan jauhnya terhadap Allah SWT.

Arti Al-Abdu (hamba) adalah orang yang diperbudak, lemah dan hina yang artinya mencakup seluruh makhluk baik di bumi maupun di langit, berakal atau tidak, yang tampak atau tidak, yang beriman atau kafir. Allah adalah yang memelihara semua makhluk, maka ia menjadi hina kalau Allah menghinakannya, dan akan terpelihara kalau Allah memeliharanya. Setiap sesuatu berjalan sesuai dengan fitrahnya. Tidak ada yang dapat melampaui-Nya hanya sebesar biji sawi.

Allah memerintahkan kepada hambanya adalah sebagai mana dalam firman-Nya, yang artinya:
"Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku."
(Q. S. Adz-Dzariyat: 56)

Ibadah adalah segala sesuatu amal yang dicintai Allah dan diridhoi-Nya, baik yang terbetik di dalam hati, perkataan yang diucapkan maupun perbuatan. Sesuatu amalan bisa dianggap ibadah apabila memenuhi syarat, yaitu benar-benar atas dasar cinta dan rendah hati kepada Allah SWT. Dan beribadah ada tiga syarat, yaitu: kemauan yang kuat, niat yang ikhlas dan sesuai dengan syari'at Islam yang diperintahkan Allah. Dua syarat terakhir itulah syarat diterimanya ibadah.

"Dan orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah."
(Q. S. Al-Baqarah: 165)

Tanda-tanda seorang hamba mencintai Rabbnya, yaitu dia mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci-Nya; Melaksanakan perintahnya; menjauhi larangannya; berwala (loyalitas) kepada para wali-wali-Nya dan memusuhi musuh-musuh-Nya. Dan yang dikatakan sekuat-kuat iman adalah cinta dan benci karena Allah.

Untuk mengetahui apa yang dicintai dan diridhoi Allah, maka harus melalui para rasul yang telah diutus dan kitab-kitab yang diturunkan yang di dalamnya terdapat perintah yang dicintai dan diridhoi-Nya dan larangan yang dibenci-Nya. Dan Allah telah menyempurnakan agama ini kepada rasul terakhir yaitu Muhammad SAW. Maka melalui petunjuk dan perintah Rasul terakhir itulah dengan kitab dan sunnah-nya untuk diikutinya.

"(Mereka) Kami utus selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul."
(Q. S. An-Nisa': 165)


Arti Islam

"Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah adalah Islam."
(Q. S. Ali Imran: 19)

Ada beberapa tertib (urutan) dalam agama Islam, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah, meng-Esa-kan-Nya dan meyakini-Nya dengan mentaati serta jauh dari perbuatan syirik. Iman adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan kata, lisan dan anggota badan. Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Ihsan adalah kamu menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala seolah-olah kamu melihatNya. Bila kamu tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia dapat melihatmu.

"Dan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang kokoh (al-'urwatul wutsqa)."
(Q. S. Luqman: 22)


Rukun Islam

Dalam soal jawab tentang agama dengan malaikat Jibril, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
"Islam yaitu hendaknya kamu bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bila mampu."
(HR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad)

Rukun Islam itu ada lima. Yang pertama dan yang paling besar adalah: Syahadah (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Seorang hamba tidak dikatakan sebagai seorang Muslim kecuali dia telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Rasulullah SAW telah bersabda, yang artinya:
"Saya diperintahkan untuk membunuh manusia, sehingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusannya."
(HR. Tujuh Imam Hadits)

Makna "Laa Ilaaha Illallah"

Artinya kita menafikan segala apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya kita menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah SWT semata-mata, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Syarat "Laa Ilaaha Illallah"

Syarat-syarat syahadat "Laa Ilaaha Illallah" yang dapat memberi manfaat bagi pengucapnya adalah:

  1. Harus mempunyai Ilmu yang menafikan kebodohan (tentang Allah SWT).
  2. Keyakinan yang menafikan keraguan.
  3. Ikhlas (murni dalam beribadah kepada Allah SWT) yang menafikan syirik.
  4. Kejujuran yang menafikan dusta.
  5. Cinta yang menafikan kebencian.
  6. Ketundukan yang menafikan pelanggaran (meninggalkan perintah).
  7. Menerima tanpa ada penolakan.
  8. Mengingkari semua apa yang disembah selain Allah SWT.

Syirik
Syirik dibagi menjadi tiga bagian:

  1. Syirik Akbar (Besar).
  2. Syirik Ashghar (Kecil).
  3. Syirik Khofi (Samar).

Syirik Akbar/Besar

Syirik akbar akan menghapuskan pahala amal dan akan mengekalkan pelakunya di dalam Neraka. Seperti yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Dan kalau mereka melakukan syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), pasti akan gugur dari mereka (pahala) apa yang mereka lakukan." (Q. S. An-An'am: 88).

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya."
(Q. S. An-Nisa': 48).

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Q. S. Al-Maidah: 72).

Dan lain-lain.

Yang termasuk syirik akbar, di antaranya adalah berdo'a (meminta pertolongan dan petunjuk) kepada orang yang sudah mati dan patung (berhala), mohon perlindungan kepada mereka, juga bernadzar dan berkorban (menyembelih binatang) untuk mereka dan lain sejenisnya.

Syirik Asghaar/Kecil

Syirik kecil ialah beberapa tindakan yang sudah jelas disebutkan dalam nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah sebagai syirik, tetapi tidak termasuk jenis syirik besar. Contohnya adalah riya' (ingin dilihat orang) dalam beramal, bersumpah tidak dengan nama Allah dan lain sejenisnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesuatu yang paling aku takuti terhadap kalian adalah syirik kecil. Lalu beliau ditanya syirik kecil itu. Beliau men-jawab: riya'." (HR. Imam Ahmad, Ath-Thabrany, Al-Baihaqi)

"Barangsiapa yang bersumpah dengan sesuatu -selain Allah- maka dia telah menyekutukan (Allah)."
(HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian mengatakan: ('Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan'), tapi katakanlah: ('Atas kehendak Allah kemudian atas kehendak si fulan')." (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhi-allahu 'anhu).

Syirik kecil ini tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam serta tidak memastikan kekalnya seseorang di dalam Neraka, tetapi menghilangkan kesempurnaan tauhid yang semestinya.

Syirik Khofi/Samar

Syirik khofi ini didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana beliau bertanya kepada para sahabat:
"Bagaimana sekiranya aku beritahu kalian tentang sesuatu yang lebih aku takuti (terjadi) pada kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal? Mereka menjawab: Ya, wahai Rasulullah! Rasulullah bersabda: "Syirik yang samar (contohnya), seseorang berdiri lalu dia melakukan shalat maka dia perbagus shalatnya karena dia melihat ada orang lain yang memperhati-kan kepadanya."
(HR. Imam Ahmad)

Bisa juga syirik itu dibagi menjadi dua bagian saja. Syirik besar dan syirik kecil. Hal ini tergantung sudut pandangnya. Adapun syirik khofi, bisa masuk dalam dua jenis syirik tadi. Bisa terjadi pada syirik besar, seperti syiriknya orang-orang munafik. Karena mereka itu menyembunyikan keyakinan sesat mereka dan berpura-pura masuk Islam dengan dasar riya' dan khawatir akan keselamatan diri mereka. Bisa juga terjadi pada syirik kecil seperti yang disebutkan dalam hadits Mahmud bin Labid Al-Anshari yang terdahulu dan hadits Abu Said yang tersebut di atas.

Adapun syahadah/persaksian bahwa Muhammad SAW utusan Allah SWT, adalah membenarkan dalam hati dan mengucapkan dengan lisan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya kepada seluruh umat manusia termasuk jin.

"Sebagai saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk cahaya yang menerangi."
(Q. S. Al-Ahzab: 45-46)

Maka konsekwensinya adalah: Membenarkan apa yang dikabarkan oleh beliau, mentaati perintah beliau, meninggalkan apa yang dilarang oleh beliau dan hendaklah dia tidak menyembah Allah SWT kecuali dengan cara yang disyariatkan oleh Allah SWT sendiri dan Rasul-Nya.

Kemudian, rukun Islam selanjutnya adalah: Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan, Haji ke Baitullah Al-Haram bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Penjelasan detail serta cara-cara ibadah tersebut tentang bab rukun Islam, Insya Allah akan ditampilkan pada rubrik Fiqh Ibadah.




Rukun Iman

Rasulullah SAW bersabda ketika bertanya kepada Malaikat Jibril:
"Beritahukan kepadaku tentang iman! Dia (Malaikat Jibril) berkata: "Agar kamu beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan beriman kepada Qadar-Nya baik dan buruk."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Rukun-rukun Iman ada enam: beriman kepada Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan beriman kepada Hari Akhir serta Taqdir yang baik dan yang buruk dari Allah SWT.


Beriman kepada Allah

Beriman kepada Allah artinya membenarkan dengan sepenuh hati terhadap adanya Zat Allah SWT yang tidak ada yang mendahului sebelumnya dan tidak ada yang mengakhiri setelah-Nya. Dia-lah yang pertama dan Dia-lah yang terakhir. Dia-lah yang nyata dan tidak ada sesuatu apapun di atas-Nya. Dia-lah yang batin dan tidak ada sesuatu apapun di bawah-Nya, yang Maha Hidup dan dia-lah satu-satunya tempat bergantung. Tersebut dalam firman-Nya yang artinya:
"Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia."
(Q. S. Al-Ikhlas: 3-4)
Dan ke-Esa-annya dalam Ilahiyahnya, Rubbubiyah, asma' dan sifat-Nya.

Ke-Esa-an dalam Ilahiyah atau Tauhid Ilahiyah yaitu menge-Esa-kan Allah dari segala macam ibadah, baik yang nyata maupun yang batin, baik perkataan maupun perbuatan. Dan meniadakan ibadah pada selain Allah.

Ke-Esa-an Rubbubiyah atau Tauhid Rubbubiyah yaitu pengakuan yang kuat bahwa Allah SWT adalah Tuhan atas segala sesuatu, Rajanya, Penciptanya, Pemeliharanya, Pengaturnya tiada satu pun yang berserikat dengannya dalam kekuasaan-Nya, tidak mempunyai wali yang lebih rendah darinya, tidak ada yang menolak perintah-Nya, memberi iqab kepada-Nya dan tidak ada yang menyamai-Nya. Tidak ada seorang pun yang menentang hakikat Rubbubiyah Allah dan tuntutan-tuntutan asma' (nama) dan sifat-sifat-Nya.

Ke-Esa-an Asma' dan Sifat-Nya atau Tauhid Asma wa Sifat yaitu mengimani apa-apa yang disifatkan allah terhadap diri-Nya sendiri dalam kitab-Nya dan apa-apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya dari asma'ul husna dan sifat al-'ulya. Misalnya Allah mempunyai sifat berjalan, akan tetapi tidak boleh ditanyakan bagaimana Allah berjalan sebagaimana Allah telah mengumpulkan antara menetapkan sifat-Nya dan meniadakan sebagaimana yang tersebut dalam kitab-Nya:

"Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya." (Q. S. Thaha: 110)

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Q. S. Asy-Syura: 11)

Dan lain-lain.

Beriman kepada Malaikat

Beriman kepada malaikat yaitu memantapkan keyakinan bahwa mereka ada wujudnya dan bahwa mereka adalah makhluk Allah yang terjaga dan terpelihara.

"Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya." (Q. S. Al-Anbiya': 26-27)

Jumlah malaikat itu banyak sekali. Malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu kepada utusan Allah adalah Rahul Quds Malaikat Jibril as. Malaikat yang bertugas mengatur turunnya hujan adalah Mikail, malaikat yang bertugas meniup terompet adalah Israfil, malaikat pencabut nyawa yaitu Izrail, malaikat pencatat amal perbuatan manusia yaitu Rokib dan atid, malaikat penjaga hamba di kiri kanan dan belakang depan yaitu Al-Muakibat, malaikat penjaga jannah yaitu Ridwan, malaikat penjaga neraka yaitu Malik, malaikat penjaga kubur yaitu Munkar dan Nakir, malaikat yang bertugas menetapkan ketentuan Allah pada janin dalam kandungan, para malaikat yang masuk di Baitul Makmur sebanyak 70 ribu dan tidak kembali lagi, para malaikat yang selalu mengikuti di majelis-majelis dzikir. Mereka ada yang berbaris dan berdiri, ada yang ruku dan sujud terus menerus dan masih banyak lagi.

Beriman kepada Kitab-kitab-Nya

Beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu membenarkan dengan sebenar-benarnya bahwa semuanya yang diturunkan dari sisi Allah SWT dan sesungguhnya Allah berbicara dengannya secara nyata, dan ada juga yang mendengar di balik hijab tanpa menggunakan perantara dari malaikat. Ada yang disampaikan kepada malaikat lalu diwahyukan kepada Rasul. Kitab-kitab itu ada yang ditulis Allah dengan tangan-Nya sendiri semua terealisasi dalam firman-Nya, yang artinya:
"Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus dengan seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya Allah apa yang Dia kehendaki."

"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (batu tulis/Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu."
(Q. S. Al-A'raf: 145)

Firman Allah tentang nabi Isa as.
"Dan Kami berikan kepadanya Injil."
(Q. S. Al-Maidah: 46)

"Dan Kami telah berikan kepada Dawud kitab Zabur."
(Q. S. An-Nisa':163)

Firman Allah tentang nabi Muhammad SAW:
"Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian."
(Q. S. Al-Isra': 106)

"Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb Semesta Allah, ia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringataan dengan bahasa Arab yang jelas."
(Q. S. Asy-Syura: 192-195)

"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka) dan sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadamu (Al-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun belakangnya yang diturunkannya dari tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji."
(Q. S. Fushilat: 41-42)

Dan lain-lain.

Apa hak Al-Qur'an yang wajib dilaksanakan oleh pemeluknya? Yaitu mengikutinya baik secara zhahir maupun bathin, berpegang kepadanya dan mengamalkan semua hak-haknya. Firman Allah SWT, yang artinya:
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya."
(Q. S. Al-A'raf: 3)

"Dan Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan dan diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat."
(Q. S. Al-An'am: 155)

Beriman kepada Para Rasul

Beriman kepada Rasul-rasul yaitu membenarkan dengan sebenar-benarnya bahwa Allah SWT mengutus Rasul kepada setiap umat dari golongan mereka sendiri yang menyeru kepada mereka untuk beribadah kepada allah yang Esa dan ingkar kepada sesembahan lain-Nya. Bahwa para rasul itu semua orang yang dapat dipercaya, penunjuk jalan, sebaik-baik manusia akan keimanan dan ketakwaannya, memberi jalan orang yang diberi petunjuk, dengan membawa petunjuk-petunjuk yang nyata dan ayat-ayat yang jelas dari Rabb mereka sebagai penguatnya. Dan mereka itu menyampaikan seluruh yang dirisalahkan Allah terhadap mereka, tidak sedikit pun mereka menyembunyikan, merubah atau menambah atau menguranginya walau hanya satu huruf. Firman Allah SWT:

"Maka tidak ada kewajiban atas para Rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang."
(Q. S. An-Nahl: 35)

Beriman kepada para Rasul adalah salah satu rukun aqidah tanpa membedakan di antara mereka.
"Katakanlah (hai orang-orang mukmin): 'Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta yang diberikan kepada nabi-nabi di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."
(Q. S. Al-Baqarah: 136)

Setiap Rasul itu diutus khusus kepada umat mereka, sebagaimana firman Allah:
"Dan tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk."
(Q. S. Ar-Ra'd: 7)

Adapun Rasulullah Muhammad SAW, diutus kepada seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman:
"Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam."
(Q. S. Al-Anbiya': 107)

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam."
(Q. S. Al-Furqan: 1)

Dan Rasulullah Muhammad SAW adalah penutup para nabi. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi (Khaataman Nabiyyin)."
(Q. S. Al-Ahzab: 40)

Beriman kepada Hari Akhir

Beriman kepada Hari akhir yaitu membenarkannya dengan sebenar-benarnya akan kedatangannya, kapanpun. Termasuk juga iman kepada tanda-tanda dan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Adanya kematian dan fitnah kubur (siksa) dan kenikmatannya, peniupan terompet sebagai tanda dan bangkitnya makhluk dari dalam kubur. Lalu dikumpulkan di padang mahsyar, dibagikan lembaran amalan, lalu ditimbang amalannya, melewati jembatan "Shirathal Mustaqim" dan seterusnya. Ada surga dengan beragam kenikmatan, dan kenikmatan yang paling besar yaitu ketika melihat Allah. ada neraka dengan berbagai macam bentuk siksaan yang sangat mengerikan, yaitu tertutupnya pandangan mereka dari melihat Allah.

"Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadanya pasti benar, dan sesungguhnya hari pembalasan pasti terjadi."
(Q. S. Adz-Dzariyat: 5-6)

"Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan, katakanlah: 'Memang demi Rabbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.' Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
(Q. S. At-Taghabun: 7)

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): 'Keluarkan nyawamu!' Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan."
(Q. S. Al-An'am: 93)

"Dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang. Dan pada hari terjadinya kiamat, dikatakan kepada (malaikat): 'Masukkan Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras!"
(Q. S. Al-Mukmin: 45-46)

"Dan sesungguhnya Hari Kiamat itu pasti datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur."
(Q. S. Al-Haj: 7)

"Dan (ingaatlah) hari (ketika) Kami kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, oleh mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok). Hingga apabila mereka datang, allah berfirman: "Apakah kamu telah mendustakan ayat-ayat-Ku, padahal ilmu kamu tidak meliputinya, atau apakah yang telah kamu kerjakan?" Dan jatuhlah perkataan (adzab) atas mereka disebabkan kezhaliman mereka, maka mereka tidak dapat berkata (apa-apa)."
(Q. S. An-Naml: 83-85)

"Kami akan memasang timbangan-timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun."
(Q. S. Al-Anbiya':47)

"Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. Dan disampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat kebaikan, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya."
(Q. S. Al-Baqarah: 24-25)

Dan lain-lain.

Segala puji bagi Allah SWT:
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat."
(Q. S. Ibrahim: 27)

Beriman kepada Taqdir

"Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."
(Q. S. Al-Ahzab: 38)

Beriman kepada taqdir yaitu meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah yang menetapkan ketetapan-Nya dan pasti berlaku. Iman kepada taqdir ada empat urutan, yaitu:

  1. Beriman kepada ilmu Allah meliputi segala sesuatu dan tidak terlepas dari ilmu-Nya, meskipun hanya sebesar biji sawi di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum menciptakan mereka, mengetahui rizkinya, ajalnya, perkataannya, dan seluruh gerak-geriknya, serta seluruh rahasia-rahasia dari yang paling rahasia, dan yang ghoib maupun yang nyata.

"Dia-lah Allah yang tiada Ilah selain Dia, yang mengetahui yang ghoib dan yang nyata."
(Q. S. Al-Hasyr: 22)

  1. Beriman kepada kitab-Nya, bahwa sesungguhnya Allah telah menulis seluruh kejadian sebelumnya karena ilmu-Nya. Ini juga mengandung beriman kepada luh (sebab dan qalam).

"Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhul Mahfudz)."
(Q. S. Yasiin: 12)

  1. Beriman kepada Qadha' dan Qadar Allah karena keduanya mencakup dari segala arah apa yang sudah terjadi atau yang akan terjadi, dan apa yang dikehendaki maka akan terjadi, apa yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi atas qadha' dan qadar Allah.

"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia."
(Q. S. Yasiin: 82)

"Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu :"Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok," kecuali (dengan) menyebut: "Insya allah"(kalau Allah menghendaki/mengijinkan)."
(Q. S. Al-Kahfi: 23)

  1. Beriman kepada Allah SWT sebagai pencipta segala sesuatu. Sesungguhnya tiada sesuatu sekecil apapun di bumi dan di langit atau di antara keduanya kecuali allah Penciptanya, Pencipta gerak-geriknya dan tempat tinggalnya. Maha Suci Allah tiada pencipta selain-Nya dan tidak ada Rabb selain Dia. Tidaklah setitik debu yang kelihatan terbang tertiup angin, kecuali dalam penghlihatan dan jangkauan allah serta Dia-lah yang menggerakkan dan menerbangkannya.

"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu."
(Q. S. Az-Zumar): 62)

Beriman kepada Taqdir ada lima tingkatan, yaitu:

  1. Taqdir pertama: Taqdir Azali, yaitu telah tertulis semua jenis taqdir 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, yakni ketika Allah menciptakan Al-Qalam (pena).
    "Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
    (Q. S. Al-Hadid: 22)

Sabda Nabi SAW:
"Allah telah menulis taqdir makhluk-makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, beliau berkata: dan Arsy-Nya berada di atas air."
HR. Bukhari)

"Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalahAl-Qalam (pena), lalu diperintahkan kepadanya: "Tulislah!" Ia (pena) menjawab: "Apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman: "Tulislah taqdir atas segala sesuatu hingga datang hari kiamat."
(HR. Abu Daud, Tirmizi dan Ahmad).

  1. Taqdir kedua: Taqdir Al-'Umri, yaitu pada saat ruh-ruh diambil sumpahnya. Firman Allah: "Bukankah Aku Rabbmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Rabb kami)." (Q. S. Al-A'raf: 172)

Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawai bahwa seorang laki-laki bertanya: Ya Rasulullah, apakah amalan-amalan itu akan dinilai atau telah ditentukan? Beliau menjawab:
"Sesungguhnya AllahTa'ala ketika mengeluarkan anak-anak cucu adam dari sulbinya, Allah mengambil kesaksian atas diri mereka kemudian mereka menyerahkan diri mereka kepada kekuasaan tangan-Nya, lalu Allah berfirman: "Mereka itulah penghuni-penghuni jannah dan mereka adalah penghuni-penghuni neraka." Mereka para penghuni jannah akan dimudahkan amalan penghuni jannah dan mereka para penghuni neraka akan dimudahkan juga melakukan amalan penghuni neraka."

  1. Taqdir ketiga: Taqdir 'Umri juga, yaitu pada saat ruh ditiupkan kepada janin di dalam rahim.

"Dan Dia lebih tahu (tentang keadaanmu) ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan kamu masih berbentuk janin dalam rahim ibumu."
(Q. S. An-Najm: 32)

Sabda Nabi SAW:
"Sesungguhnya kamu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dari setetes mani, lalu menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging juga selama 40 hari, kemudian diutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan dalam empat kalimat: Ditentukan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan hidupnya, apakah ia akan bahagia atau celaka. Demi dia yang tidak ada Ilah kecuali Dia, sesungguhnya di antara mereka sungguh akan beramal amalan penghuni jannah sehingga tinggal satu dzira' (sehasta) jarak antara dia dan jannah, tetapi sudah tertulis ketentuannya, maka ia akan beramal amalan neraka lalu dia dimasukkan ke neraka. Jika salah seorang di antara kamu sungguh akan melakukan amalan neraka, tetapi sudah didahului (tertulis) ketentuannya, maka dia akan mengerjakan amalan penghuni jannah, maka ia akan dimasukkan ke dalam jannah."

  1. Taqdir keempat: Taqdir Al-Hauli, yaitu pada saat malam Lailatur Qadar.

"Pada hari itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami, sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus Rasul-rasul."
(Q. S. Ad-Dukhan: 4-5)

Ibnu Abbas ra. berkata: "Ditulis dari Umul Kitab pada malam Lailatul Qadar apa yang terjadi pada Sunnah yaitu mati, hidup, rizki, hujan, dan para orang haji."

  1. Taqdir kelima: Taqdir Yaumi, yaitu ketentuan yang berlaku sehari-hari, yakni semua itu berlaku sesuai dengan tempat dan kedudukannya.

"Setiap waktu Dia dalam kesibukan."
(Q. S. Ar-Rahman: 29)

Dalam kitab Shahih Al-Hakim, Ibnu Abbas ra. berkata: "Sesungguhnya Allah SWT menciptakan Lauhul Mahfudz dari mutiara-mutiara putih yang pinggirnya dari yaqut yang merah dan bercahaya, Kitab-Nya adalah nur, Dia melihat di dalamnya setiap 360 lihatan atau sekali (melihat) dan dalam sekali lihatan dari menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, memuliakan, dan merendahkan, serta melaksanakan segala sesuatu yang dikehendaki. Hal itu sebagaimana firman-Nya: "Setiap waktu Dia dalam kesibukan."

Sebagian para sahabat bertanya: "Apakah kita tidak cukup hanya bertawakal atas ketentuan kita dan tidak perlu beramal?" Nabi menjawab: "Tidak demikian, akan tetapi kerjakanlah karena semua itu adalah mudah bagimu." Lalu beliau membaca ayat: "Adapun orang-orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa..." (Q. S. Al-Lail: 5)

Ada seorang dari sahabat Nabi SAW ketika mendengar hadits tentang taqdir, kemudian ia berkata: "Saya akan bersungguh-sungguh sekarang." Maka Nabi SAW bersabda:
"Peliharalah apa-apa yang memberi manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan putus asa karenanya."
(HR. Muslim dan Ahmad)

Dan Rasulullah SAW bersabda ketika dikatakan padanya: "Bukankah Engkau tahu kami berobat dengannya dan ruqiyah kami meminta kepadanya, apakah bisa menolak takdir?" Sabda beliau: "Semuanya adalah takdir Allah."
(HR. Tirmizi)

Sesungguhnya Allah SWT mentakdirkan kebaikan dan keburukan dan sebab-sebab di antara keduanya. Dia-lah yang telah menentukan taqdir-taqdir dan mengatur sebab-sebabnya.
Wallohua'lam.